2008-11-23

Suku Kajang Kab.Bulukumba Sul-Sel

Suku Kajang
Kabupaten Bulukumba
Sulawesi Selatan



SEBUAH DONGENG DI TANAH KAJANG MENCERITAKANKAN/ DULU LANGIT DAN BUMI MENYATU BERBENTUK SEBUAH PATTAPI/ ATAU TETAMPAH// KETIKA MULA TAUNNA/ ATAU MANUSIA PERTAMA/ MUNCUL/ LANGIT DAN BUMI TERPISAH// PERISTIWA ITU MENGILHAMI PENAMAAN KAJANG/ YANG BERARTI MEMISAHKAN//WARGA SUKU KAJANG PERCAYA/ MULA TAUNNA MUNCUL DI SITUS POSSI TANA/ DI DESA MATOANGIN/ SEKITAR 10 KILOMETER DARI KAWASAN ADAT TANA TOA// BEBERAPA BUKTI ARTEFAK DAN ANDESIT MENUNJUKKAN/ KAWASAN INI PERNAH MENJADI SENTRAL BERBAGAI UPACARA ADAT//

SUKU KAJANG BERADA DI KECAMATAN KAJANG/ KABUPATEN KULUKUMBA/ SEKITAR 250 KILOMETER DARI KOTA MAKASSAR/ SULAWESI SELATAN// MENURUT TEMPAT MUKIMNYA/ SUKU KAJANG TERBAGI DALAM DUA KELOMPOK/ SUKU KAJANG LUAR DAN SUKU KAJANG DALAM// SUKU KAJANG DALAM MENDIAMI TUJUH DUSUN DI DESA TANA TOA// PUSAT KEGIATAN KOMUNITAS SUKU KAJANG BERADA DI DUSUN BENTENG/ YANG DITANDAI DENGAN KEHADIRAN RUMAH AMMATOA/ ATAU PEMIMPIN ADAT SUKU KAJANG// WARGA SUKU KAJANG PERCAYA/ AMMATOA MERUPAKAN ORANG YANG DIPILIH TURIE A’RA’NA/ ATAU YANG MAHA KUASA/ SEBAGAI PEMBIMBING DAN PENGARAH KEHIDUPAN SESUAI PANDANGAN PANUNTUNG// SEHINGGA/ MEREKA PUN BENAR-BENAR MENJAGA KESUCIAN TOKOH ITU/ DAN TIDAK SEORANG PUN DIPERKENANKAN MEMILIKI REKAMAN WAJAHNYA//

DULU/ SUKU KAJANG DISEBUT-SEBUT BERAGAMA PANUNTUNG/ ATAU TUNTUTAN// BELAKANGAN INI/ MEREKA JUGA MENGAKU MEMELUK AGAMA ISLAM// PADA PRAKTEKNYA/ CARA HIDUP PANUNTUNG/ YANG MENGKIBLATKAN DIRI PADA PASSANG RI KAJANG/ ATAU PESAN-PESAN SUKU KAJANG/ YANG MENGHARUSKAN HIDUP PRIHATIN DAN APA ADANYA/ ATAU KEMASE-MASAE/ MENJADI PAYUNG KEHIDUPANNYA//

SUKU KAJANG IDENTIK DENGAN PAKAIAN HITAM/ SEBAGAI SIMBOL KESEDERHANAAN DAN PERINGATAN AKAN ADANYA KEMATIAN/ ATAU SISI GELAP// BELAKANGAN INI/ HANYA AMMATOA DAN PARA PEMUKA ADAT/ YANG TETAP BERPAKAIAN HITAM DAN MENJAUHI PENGARUH HIDUP MODERN// SEMENTARA WARGA SUKU KAJANG LAIN/ HANYA MENGENAKAN PAKAIAN HITAM DI UPACARA ADAT ATAU MENGHADAP AMMATOA// KEPATUHAN AKAN AJARAN KEMASE-MASAE ITU BUKAN HANYA DITUNJUKKAN DENGAN PAKAIAN/ TAPI JUGA KEHIDUPAN MALAM YANG MENGHINDARKAN LAMPU-LAMPU BERCAHAYA TERANG//

DI LUAR KEKAYAAN ADAT YANG SENGAJA TERUS DIPELIHARA/ SUKU KAJANG PUN TERNYATA DIKENAL MEMILIKI CATATAN PRASEJARAH YANG MENAKJUBKAN// BERBAGAI PENELITIAN ARKELOGIS DARI BERBAGAI PERGURUAN TINGGI KE LINGKUNGAN KAWASAN INI/ MEMBERIKAN SUATU BUKTI/ ADANYA PERADABAN KUNO//

PERJALANAN DARI GERBANG KAWASAN ADAT TANA TOA KE DUSUN BENTENG HANYA BISA DILAKUKAN DENGAN BERJALAN KAKI// MESKI KENDARAAN TIDAK DIPERBOLEH MEMASUKI KAWASAN ADAT/ TERNYATA JALAN-JALAN DI KAWASAN INI TELAH TERTATA APIK// DI SEPANJANG JALAN TERDAPAT RUMAH-RUMAH ADAT/ ATAU BOLAH/ YANG KESEMUANYA MENGHADAP KE BARAT// ARSITEKTUR RUMAH DI KAWASAN INI SEMUANYA SAMA/ YAKNI TERDIRI ATAS PARA ATAU BAGIAN ATAS/ KALE BOLA ATAU BAGIAN TENGAH/ DAN SIRING ATAU BAGIAN BAWAH//

WARGA SUKU KAJANG MENGGANTUNGKAN KEBUTUHAN AIRNYA PADA MATA AIR ATAU SUMUR// SATU MATA AIR DIPERUNTUKKAN BAGI SELURUH WARGA DUSUN// MISAL/ SUMUR TUNIKEKE INI MENJADI TEMPAT MENCUCI/ MANDI/ DAN MINUM BAGI RATUSAN WARGA DUSUN BENTENG//

YADI MULYADI DAN ASPRIYANTO ADALAH ARKELOG MUDA DARI UNIVERSITAS HASANUDDIN/ MAKASSAR/ YANG KERAP MELAKUKAN PENELITIAN DI TEMPAT INI// KALI INI/ DITEMANI OLEH SEORANG PEMUDA SUKU KAJANG BERNAMA ABBAS/ MEREKA MENCOBA MEREKA-ULANG KEMBALI HASIL PENELITIANNYA// SEBELUM MENYUSURI SITUS-SITUS DI DALAM LINGKUNGAN DUSUN BENTENG/ KEDUA ARKEOLOG MUDA INI MENDATANGI RUMAH AMMATOA// KUNJUNGAN INI DIMAKSUDKAN/ UNTUK MEMINTA IZIN DAN RESTU ATAS KEGIATAN PENELITIAN//

BAGI SUKU KAJANG/ AMMATOA MEMILIKI PERAN SENTRAL UNTUK SEMUA KEHIDUPAN// IA MERUPAKAN PEMIMPIN AGAMA/ PEMIMPIN ADAT/ HAKIM/ DAN DOKTER/ BAGI WARGA YANG MEMILIKI MASALAH// KARENA ITU/ AMMATOA TIDAK MEMILIKI KEGIATAN LAIN/ SELAIN MENEMANI DAN MEMBANTU MEMUTUSKAN BERBAGAI PERSOALAN DI KOMUNITASNYA// DARI RUMAH AMMATOA/ PENELITIAN DILAKUKAN DI SEBUAH PEMAKAMAN WARGA SUKU KAJANG//

MAKAM MERUPAKAN BUKTI KUNO/ YANG LEBIH TERJAGA KEASLIANNYA DIBANDINGKAN RUMAH ATAU SIMBOL-SIMBOL ADAT LAINNYA// KARENA ITU/ UNTUK MENDAPATKAN BUKTI PERADABAN DI MASA LAMPAU/ PARA ARKEOLOG MENGAWALINYA DARI LOKASI SEMACAM INI// DI LOKASI PEMAKAMAN LAIN/ TERDAPAT SEBUAH MAKAM MILIK SEORANG KSATRIA// MESKI MAKAM INI TIDAK TERURUS/ NAMUN PARA ARKEOLOG INI MENEMUKAN IDENTITASNYA//

PENYELUSURAN JEJAK-JEJAK ARKELOGIS DI KAWASAN ADAT TANA TOA/ SEAKAN MEMASUKI KEHIDUPAN MASA LAMPAU DAN MASA SEKARANG/ YANG MASIH TERJAGA KETRADISIONALANNYA// SITUS-SITUS YANG HANYA DIJAGA OLEH WARGA SETEMPAT/ MEMBERI GAMBARAN SUKU KAJANG TEMPO DULU// NAMUN/ BERBAGAI KEGIATAN WARGANYA/ MEMBERI GAMBARAN KEHIDUPAN SEBALIKNYA//

DI SIANG HARI/ KAUM LAKI-LAKI DI KAWASAN INI PERGI KE SAWAH ATAU LADANG// SEMENTARA/ KAUM PEREMPUANNYA MENENUN KAIN DI BAGIAN SIRING RUMAHNYA// HASIL TENUN WARGA SUKU KAJANG BUKAN HANYA MEMENUHI KEBUTUHAN WARGA SETEMPAT/ TAPI JUGA DIJUAL KE PARA PENDATANG// SEDANGKAN SUMBER UTAMA WARGA SUKU KAJANG ADALAH LAHAN PERTANIAN DAN KEBUN//

KETIKA MUSIM TANAM TIBA/ MEREKA BERBONDONG-BONDONG KE SAWAH/ YANG JARAKNYA BEBERAPA KILOMETER DARI RUMAHNYA// MEREKA MANFAATKAN KUDA SEBAGAI KENDARAAN KE SAWAH ATAU LADANG/ DAN KERBAU SEBAGAI HEWAN PEMBAJAK// WARGA KAJANG YANG TIDAK MEMILIKI SAWAH ATAU LADANG/ BIASANYA BEKERJA PADA PEMILIK SAWAH//

JEJAK-JEJAK ARKELOGIS SUKU KAJANG BUKAN HANYA BERADA DI LINGKUNGAN DESA TANA TOA// DI DUSUN LEMBANG LOHE/ SEKITAR 20 KILOMETER DARI DESA TANA TOA/ TERDAPAT MAKAM TONTENG DAENG MATTARANG/ SEORANG BANGSAWAN SUKU KAJANG DI ZAMANNYA// DENGAN KEKAYAAN ARKELOGIS DI TANAH KAJANG MEMBUAT WARGA SUKU KAJANG PERCAYA/ BAHWA MEREKA BUKAN HANYA MEMILIKI SEJARAH PERADABAN YANG PANJANG// NAMUN/ SUKU KAJANG MERUPAKAN LELUHUR RAJA-RAJA DI SULAWESI SELATAN//

LEBIH DARI TEMUAN ARKELOGIS/ KINI SUKU KAJANG BENAR-BENAR TELAH MEMASUKI KEHIDUPAN MODERN// KEGIATAN EKONOMI YANG DILAKUKAN DI PASAR TRADISIONAL MENUNJUKKAN MEREKA BUKANLAH SUKU YANG TERISOLIR ATAU TERPENCILKAN// WARGA SUKU KAJANG DALAM MELAKUKAN KEGIATAN PERDAGANGAN SEPERTI WARGA SUKU KAJANG LUAR// DAN/ DI TEMPAT INI/ SEMUA BARANG-BARANG DARI KOTA/ SEMACAM KEPING VCD/ JUGA DENGAN MUDAH DIDAPAT//

KELEBIHAN SUKU KAJANG DALAM/ MEREKA MENCOBA MEMPERTAHANKAN IDENTITAS DENGAN PAKAIAN HITAMNYA DI ANTARA WARGA SUKU KAJANG LUAR// BAHKAN/ WARGA SUKU KAJANG DALAM YANG TENGAH BERDUKA/ TETAP TAMPIL DENGAN KAIN MENUTUPI TUBUHNYA DARI KEPALA HINGGA BADAN/ SEAKAN BERADA DI DALAM KOMUNITASNYA//

SATU-SATUNYA SISI BURAM ATAS PENGABAIAN PRINSIF KEMASE-MASEA ATAU PRIHATIN DAN APA ADANYA/ ADALAH MENINGKATNYA POLA PIKIR KOMERSIAL// DI DUSUN BENTENG/ KINI BISA MENDAPATKAN HIBURAN BERUPA TEATER RAKYAT PABITTE PASSAPU/ ASAL MENGELUARKAN SEJUMLAH UANG// DULU/ KESENIAN INI MERUPAKAN BAGIAN DARI KEGIATAN SPIRITUAL/ YANG DI DALAMNYA MASIH MENGANDUNG UNSUR GAIB//

BERBAGAI RITUAL ADAT/ SEMACAM UPACARA KALOMBA/ JUGA MEMPERLIHATKAN SISI KETERBALIKAN ATAS PRINSIF KEMASE-MASEA// UPACARA PELEPASAN MASA ASUH DARI DUKUN PERSALINAN KE KELUARGA HATTO DI DUSUN SOBBU INI/ MENGHABISKAN DANA HINGGA 50 JUTA RUPIAH// SEHINGGA/ KELUARGA HATTO HARUS MEMPERSIAPKANNYA BERBULAN-BULAN// DI AKHIR ACARA/ KERABAT KELUARGA HATTO MEMBERIKA KADO KEPADA ANAK YANG DIKALEMBO/ DENGAN SEJUMLAH UANG BERNILAI JUTA-JUTAAN// INILAH PERADABAN SUKU KAJANG MASA KINI//

Data Gua Sulawesi Selatan

DATA GUA SULAWESI SELATAN

Gua Vertikal

1. Lubang Leang Pute

Lebar Mulut Gua : 50 - 80 m

Kedalaman Gua : 200 – 270 m
Kondisi Gua : Vertikal (Long Pitch), Teras
Jenis Batuan : Batu Gamping
Lokasi : Dusun Pattiro, Desa Labuaja, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar - Maros (Rp 3.000-/ orang), Maros - Nahung (Rp 4.000-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2011-32, Camba

2. Lubang Dinosaurus

Lebar Mulut Gua : 80-100 m

Kedalaman Gua : 150 – 180 m

Kondisi Gua : Vertikal (Multi Pitch), Teras

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Dusun Pattiro, Desa Labuaja, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Nahung (Rp 4.000-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2011-32, Camba

3. Lubang K20

Lebar Mulut Gua : 2 - 5 m

Kedalaman Gua : 130 – 160 m

Kondisi Gua : Vertikal (Multi Pitch), Teras

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Kappang, Km.57, Kabupaten Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Kappang (Rp 3.500-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar MAROS

4. Lubang Tomanangna

Lebar Mulut Gua : 30 - 50 m

Kedalaman Gua : 190 m

Kondisi Gua : Vertikal (long Pitch)

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Dusun Langko,Kappang, Kabupaten Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Kappang (Rp 3.500-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar MAROS

5. Lubang Kapa-kapasa

Lebar Mulut Gua : 10 - 15 m

Kedalaman Gua : 210 m

Kondisi Gua : Vertikal (Multi Pitch),

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Dusun Kapa-kapasa, Kabupaten Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Kappang (Rp 3.500-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2011-32, Camba

6. Lubang Lantang Huu

Lebar Mulut Gua : 5 - 8 m

Kedalaman Gua : 50 m

Kondisi Gua : Vertikal (Long Pitch)

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Leang Rakko, Kabupaten Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Pangia (Rp 3.000-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar MAROS

7. Lubang Baba’

Lebar Mulut Gua : 2 - 3 m

Kedalaman Gua : 40 m

Kondisi Gua : Vertikal (Long Pitch)

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Desa Pangia, Kec. Simbang, Kab. Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Pangia (Rp 3.000-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar MAROS

8. Gua Padaelok

Lebar Mulut Gua : 5 - 10 m

Kedalaman Gua : 54 m

Kondisi Gua : Vertikal (Long Pitch + Slab 200), Teras

Jenis Batuan : Batu Gamping

Lokasi : Desa Pangia, Kec.Simbang, Kab.Maros.

Cara pencapaian lokasi : Menggunakan kendaraan umum jurusan Makassar-Maros (Rp 3.000-/orang), Maros-Pangia (Rp 3.000-/orang)

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar MAROS



B. Gua Horisontal

1. Gua Patta

Jenis Gua : Horizontal (Slab ±300)

Kondisi Gua : Berair

Panjang Total Gua : ± 950 meter

Jenis Batuan : Gamping

etak Administratif : Leang Rakko, Desa Pangia, Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Pangia (Rp. 6.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Leang Rakko, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Dalam Gua

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

2. Gua Sammani

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Kering

Panjang Total Gua : ± 400 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Leang Rakko, Desa Pangia, Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Pangia (Rp. 6.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Leang Rakko, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan KapolresMaros).

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

3. Gua Suleman

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Kering-Berlumpur-Berair

Panjang Total Gua : ± 850 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Dusun Pattunuang, Desa Samanggi Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Pattunuang Asue (Rp. 5.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Bislab, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Sungai Pattunnuang

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

4. Gua Saripa

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Kering-Berlumpur-Berair

Panjang Total Gua : ± 1200 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Dusun Ta’deang, Desa Samanggi Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Ta’deang (Rp. 5.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Ta’deang, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Sungai Pattunnuang

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

5. Gua Hamid

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Kering

Panjang Total Gua : ± 500 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Dusun Ta’deang, Desa Samanggi Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Ta’deang (Rp. 5.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Ta’deang, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Sungai Pattunnuang

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

6. Gua Anjing

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Berlumpur-Berair

Panjang Total Gua : ± 400 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Dusun Ta’deang, Desa Samanggi Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Ta’deang (Rp. 5.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Bislab, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Sungai Pattunnuang

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

7. Gua Saloaja

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Berair

Panjang Total Gua : ± 800 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Dusun Pattunuang, Desa Samanggi Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Pattunuang (Rp. 5.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Bislab, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Sungai Pattunnuang

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

8. Gua Kharisma

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Kering

Panjang Total Gua : ± 330 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Dusun Kappang, Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Kappang (Rp. 6.500-/orang)

Waktu tempuh : ± 3,5 jam.

Base Camp : Kappang, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Sumber Air : Mata Air, Km. 58

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

9. Gua Saleh

Jenis Gua : Horisontal

Kondisi Gua : Kering

Panjang Total Gua : ± 300 meter

Jenis Batuan : Gamping

Letak Administratif : Desa Pangia, Kec. Simbang

Peta Topografi : Bakosurtanal, Lembar 2010-63, Maros

Transportasi : Makassar-Pangia (Rp. 6.000-/orang)

Waktu tempuh : ± 3 jam.

Base Camp : Leang Rakko, Maros

Perizinan : Kesbang Provinsi Sul-Sel, Polda Sul-Sel (tembusan ke Kesbang Maros dan Kapolres Maros).

Jalur medis terdekat : Puskesmas Bantimurung

Adat istiadat : Semua yang dilarang oleh agama

10 Gua Pamelakang Tedong (Tempat Pembuangan Kerbau)

Panjang Total : 151,11 meter

Jenis Batuan : Gamping

Kondisi Gua : Berair.

Ketinggian : ± 25 m dpl

Letak Administratif : Dusun Bellae, Desa Biraeng, Kec. Perwakilan Minasatene.Kabupaten Pangkep

Jalur Medis Terdekat : Puskesmas Setempat

11. Gua Katalangang Erea I (Gua Yang Tegelam)

Panjang Total : 188,01 meter

Jenis Batuan : Gamping

Kondisi Gua : Berair.

Letak Administratif : Dusun Bellae, Desa Biraeng, Kec. Perwakilan Minasatene.Kabupaten Pangkep.

Akses ke Lokasi : Berada pada tebing yang berjarak ± 1,5 km dari jalan raya.

12. Gua Loko Tojolo (Gua Orang-orang Dulu)

Letak Administratif : Dusun Buntu Kayan, Desa Sumilan, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang.

Kwasan Karst : Enrekang

Gunung Terdekat : Buttu Kayan

Akses ke Lokasi : Dari Sudu ke Cece (dgn kendaraan) menuju ke Sumilan. Dari Desa Sumilan menuju Buttu Kayan (jalan kaki).

Gua horizontal (panjang) : meter

Gua vertikal (dalam) : meter

Bahaya Penelusuran Gua : Licin

13. Gua Rabun (Gua Kematian)

Letak Administratif : Dusun Tangsa, Desa Benteng Alla, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang.

Kawasan Karst : Enrekang

Gunung Terdekat : Buttu Alla

Akses ke Lokasi : Dari Sudu ke Desa Tangsa (dgn kendaraan) menuju ke lokasi gua (Benteng Alla).

Derajat kesulitan : Sedang

Pencaharian rakyat : Petani, Pedagang dijadikan sebagai kuburan Termasuk gua kering.

Sedimen Gua : Tanah

Kerusakan gua yaitu : Pembakaran.

2008-11-22

Gunung Bawakaraeng Kab.Gowa Sul -Sel

Gunung Bawakaraeng


Rute pendakian

Gunung yg bisa di bilang Gunung Gedenya orang Jakarta, jaraknya hanya 75 km dari Kota Makassar dan menjadi gunung favorites bagi pendaki di Kota Makassar dan sekitarnya.

Gunung ini bisa dicapai dari kabupaten Gowa, yg berbatasan dengan Kota Makassar, bisa juga ditempuh melalui Kabupaten Sinjai, hanya saja jalur lewat Kabupaten Sinjai jarang digunakan.

Rute yg paling sering digunakan adalah melalui Kabupaten Gowa.

Kalau pendaki berasal dari Sulawesi - selatan atau dari Luar pulau sulawesi, naik angkutan Kota menuju ke Terminal Gowa, atau bisa juga Turun di perempatan Sunggu Minasa, Jalan arah ke Malino.

Dari sini, Naik Angkutan Pedesaan jurusan Malino, waktu tempuh kurang lebih 2-3 jam perjalanan.

Biasanya Sopir angkutan sudah hafal, kalau ada pendaki yg akan mendaki Bawakaraeng, Sopir Angkutan akan mengantar sampai ke Desa lembanna. Desa terakhir di kaki gunung Bawakaraeng. Tarif per Orang Rp. 10.000.

Biasanya banyak pendaki bermalam terlebih dahulu di Desa lembanna, yg punya ketinggian 1400 Mdpl, baru keesokan paginya pendakian dimulai. Atau bisa juga melakukan pendakian pada Malam hari.

Tahapan rute Pendakian.

• Pendakian dimulai dari Desa Lembanna, medannya berupa perkebunan penduduk lalu mulai masuk pintu Hutan Pinus dan untuk mencapai Pos 1 dibutuhkan waktu 1-2 jam perjalanan.

• Dari Pos 1 yg ketinggian mencapai 1650 mdpl, pendakian terus landai hingga mencapai Pos 2, diperlukan waktu tak lebih dari 1 jam perjalanan, disini tersedia mata air yg mengalir.

• Perjalanan belum terlalu mendaki, masih landai dan mulai masuk vegetasi hutan khas sulawesi, waktu tempuh tak berbeda dengan dari Pos 1 ke Pos 2, di pos 3 juga tersedia mata air dan bisa mendirikan Tenda.

• Pos 4 di tempuh dalam waktu lebih dari 1 Jam perjalanan dan perjalanan di lanjut hingga Pos 5, di pos 5 terdapat mata air, hanya saja lumayan jauh. Biasanya I Pos 5 digunakan untuk bermalam.

• Dari Pos 5, perjalanan mulai mendaki dan sepanjang perjalanan akan melewati Pohon-pohon yg tumbang karena dari Pos 5 - 6, hutannya habis terbakar, kalau mendaki malam hari sebaiknya berhati-hati, karena disini biasanya pendaki sering tersasar, karena jalur tak begitu terlihat.

• Ketika tiba di Pos 6, perjalanan masih melalu hutan yg lumayan lebat, perjalanan terus melandai dan mulai mendaki dan hutan mulai menghilang berganti vegetasi hutan yg berbeda dan setelah 2 jam perjalanan, akan tiba di Pos 7, yg punya ketinggian 2710 mdpl. Di Pos 7 pemandangan sangat indah dan lumayan terbuka. Dipos 7 inilah yg sering terjadi badai.

• Dari Pos 7 menuju Pos 8, jalur mulai naik turun, di sepanjang jalur ini terdapat 2 kuburan dan ada pula In-memoriam pendaki yg tewas, setelah melewati 2 bukit yg punya ketinggian rata-rata 2700 mdpl, jalur akan menurun dan Tiba di Pos 8, disini tersedia mata air, dan biasanya pendaki bermalam disini baru keesokan paginya menuju puncak Bawakaraeng. Pemandangan rumput savana dan puncak bawakaraeng terlihat dari pos 8 ini, suhu pada malam hari antara 8-10 derajat.

• Setelah melewati padang savana dan ada kebun edelweis maka akan Pos 9 di tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan, di pos 9 juga bisa digunakan untuk mendirikan tenda.

• Pos 10 adalah Puncak Bawakaraeng. Untuk mencapai puncak bawakaraeng, tidak lah terlalu sulit, walaupun sedikit mendaki. Setelah menempuh kurang lebih ½ jam perjalanan, maka akan tiba di Puncak Bawakaraeng. Sebaiknya sebelum menuju puncak perhatian kondisi alam di puncak, terkadang angin bertiup lumayan kencang.

Rute alternative bisa juga menggunakan jalur lintas, yaitu melewati lembah Rama, dari Pos 1 ada percabangan jalan, ambil jalur kanan dan tembuh di Pos 8, jalur ini lumayan panjang dan melewati lembah yg lumayan luar, bisa melihat Air Terjun Taka Palu yg punya ketinggian 50 meter.

Rute Kab. Sinjai barat, nama Desa Terakhir adalah Desa Kasoso dan katanya melewati Lembah Cina, hanya saja jalurnya jarang dilalui.

Rute Alternative lintas LompoBatang, Pendakian bisa juga lintas ke Gunung LompoBatang melalui puncak bawakaraeng dan Turun di Kabupaten Gowa, menurut informasi dibutukan waktu 3 hari perjalanan.

Puncak Bawakaraeng.

Ketika tiba dipuncak Bawakaraeng, pemandangan di puncak ini termasuk yg paling bagus di sulawesi, tak heran setiap minggu gunung ini ramai di daki oleh para pendaki yg umumnya datang dari Sulawesi selatan, juga dari propinsi lainnya.

Terdapat Sumur yg dikeramatkan oleh masyarakat, biasanya mereka mengambil air dari sumur tersebut untuk di bawapulang, juga terdapat batu yg biasa digunakan untuk sesajen.

Luas puncaknya kurang lebih 100 m2, pemandangan Laut dan Kota Makassar di arah barat, di arah Timur Awan terlihat tebal dan terdiam menggumpal, di arah selatan terlihat Gunung Bulusaraeng dan arah selatan, adalah Gunung LompoBatang 2871 mdpl, bisa dilintasi lewat Gunung Bawakaraeng.

Waktu tempuh untuk pendakian Gunung Bawakaraeng, kalau dirata-rata dari Desa Terakhir kira-kira 6 - 8 jam perjalanan.

Objek Menarik

• Air Terjun Malino
• Air Terjun Lembanna
• Air Terjun Takapalu
• Air Terjun Ketemu Jodoh
• Taman Wisata Hutan Malino

Perijinan

Tidak ada Biaya perijinan untuk mendaki gunung ini, biasanya Pendaki hanya mengisi Buku Tamu dan lapor kepada Kepala Dusun di Lembanna.
Keberadaan Porter
Didesa lembanna, kebanyakan penduduk bersedia untuk mengantar dan sekaligus menjadi Porter, hanya saja tak ada tarif yg jelas. Tergantung kesepakatan.

Keberadaan Porter

Didesa lembanna, kebanyakan penduduk bersedia untuk mengantar dan sekaligus menjadi Porter, hanya saja tak ada tarif yg jelas. Tergantung kesepakatan.


Gunung Lompo Battang Kab.Gowa Sul-sel

Gunung Lompo Battang 2870 Mdpl



Identitas Gunung

Nama Gunung : LOMPOBATTANG
Tinggi : 2871 Mdpl
Type Gunung : Tidak Berapi

Kondisi/ Vegetasi

1000-1500 Mdpl : Hutan Pinus, Perkebunan Rakyat
1500-2000 Mdpl : Hutan Produksi
2000-2500 Mdpl : Hutan Primer
2500-2871 Mdpl : Bebatuan

Kondisi Fauna

Sudah amat jarang ditemui kecuali babi hutan dan burung-burung.

Administrasi

Kecamatan : Tompo Bulu
Kabupaten : Gowa
Propinsi : Sulawesi Selatan
Perijinan : Kepala Dusun Lembang Bune

Gunung Lompobattang terletak pada koordinat geografisnya adalah 119°56′13″ BT - 05°21′25″ LS, yang berada pada arah selatan dari Makassar. Lompobattang berarti ” Perut Buncit “. Berdiri tegak dengan ketinggian 2.870m d.p.l suhu minimumnya adalah sekitar 15°C dan maksimumnya sekitar 27°C. Luas gunung ini adalah 82.77 km2. Orang yang pertama mendaki guung ini adalah seorang pendaki berasal dari Inggris bernama James Brooke pada tahun 1840 James Brooke akhirnya menjadi Raja Serawak (Sumber Ekologi Sulawesi). Hutan gunung Lompobattang termasuk dalam vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan Atas. Tumbuhan yang banyak ditemui adalah jenis Podocarpos (konifer Asli), Arega sp. Pohon Mapel (Acercaesicum), Rotan, Paku Tiang, Paku Besar, Lantana camara verb, Tahi angin (Usnea/Lumut kerak/Lychenes), Azalea (Rhododendron), Arbei (Morus alba), Gaultheria celebica, Gaultheria viridifloria, Buni (diplycosi / berbau seperti gandapura), Lumut Aerobryum, Edelweis (andaphaus javanicum), dan sebagainya. Sedangkan faunanya adalah Anoa (Bulbalus depressicrnius), babi hutan, babi rusa, burung coklat paruh panjang, elang sulawesi dan semut Crematosaster.

Air dapat diperoleh antara lain di :

Dusun Lembang Bu’ne (desa terakhir)
Pos II di ketinggian 1.378m d.p.l
Pos III di ketinggian 1.532m d.p.l
Pos IX di ketinggian 2.750m d.p.l
Desa Lembang Lowe (1.750m d.p.l)
Desa Lengkese (1.113m d.p.l)

Rute Pendakian
Secara Geografis, Gunung Lompobattang terletak di Kabupaten Gowa Kecamatan Tompobulu, akan tetapi pencapaian menuju puncak gunung ini dapat dilakukan dari dua jalur yaitu, jalur Lembang Bu’ne yang dapat dicapai melalui Malakaji via Kabupaten Jeneponto. Dan jalur satunya adalah jalur Lengkese/Malino yang terletak di kabupaten Gowa.

JALUR LEMBANG BU’NE
Dusun Lembang Bu’ne terletak disebelah Barat Daya puncak Gunung Lompobattang. Daerah ini berada tepat dibawah kaki gunung ini, yang berada pada ketinggian 1.320m d.p.l, posisi koordinat 119°53′42″ BT dan 05°24′20″ LS, mata pencarian penduduknya adalah bertani. Curah hujan rata-rata adalah 78.7 mm dengan suhu udara minimum 15°C dan maksimum 21°C. Kemiringan jalan setapak dari Lembang Bu’ne menuju puncak Lompobattang bervariasi antara 0° - 84 °. Urutan pencapaiannya dari Makassar sebagai berikut:

Makassar –> Malakaji –> Lembang Bu’ne –> Puncak Gunung Lompobattang

JALUR LENGKESE

Lengkese terletak disebelah Barat puncak Gunung Lompobattang. Daerah yang berada tepat dibawah kaki Gunung ini berada diketinggian 1.995m d.p.l dengan posisi koordinat 119°53′20″ BT dan 05°18′10″ LS. Mata pencaharian penduduknya adalah bertani dan curah hujannya rata-rata 78.7mm / tahun dengan suhu udara minimum 15°C dan maksimum 21°C. Kemiringan jalan setapak dari Lengkese menuju puncak Lompobattang bervariasi antara 0° - 90°. Urutan pencapaian dari Makassar sebagai berikut:

Makassar –> Sungguminasa –> Malino –> Lengkese –> Puncak Gunung Lompobattang

Lokasi yang paling baik untuk mendirikan tenda adalah:
Pos II (1.378m d.p.l)
Pos IX (2.750m d.p.l)
Pos Lembang Lowe (1.750m d.p.l)
Lengkese (1.113m d.p.l)

Perijinan

Tidak ada perijinan yang berbelit-belit untuk mendaki gunung ini, hanya perlu melapor ke kepala desa setempat dan untuk lebih baiknya menyertakan surat jalan yang dilampiri data lengkap para pendakinya.

Tempat Menarik

Ada beberapa tempat menarik yang bisa dikunjungi disekitar gunung ini antar lain:

Air terjun di wilayah Lembang Bu’ne yang berada di ketinggian 1.314m d.p.l. Air terjun ini mempunyai tinggi 50 meter dan dapat dijakau dengan jalan kaki. Di wilyah Lengkese juga bisa ditemui air terjun bertingkat tiga dengan tinggi 100 meter, dan terletak pada ketinggian 1.113m d.p.l dan dapat dicapai dengan jalan kaki.

Gunung Ganda Dewata Kab.Mamasa Sulawesi Barat

Gunung Ganda Dewata 3037 Mdpl

Gunung yang terletak dibawah pengawasan administratif tiga kabupaten ini yaitu, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Kalumpang di propinsi Sulawesi Selatan. Puncak gunung ini juga merupakan puncak tertinggi dari jejeran pegunungan yang terbesar di pulau Sulawesi yaitu pegunungan Quarles. Butuh waktu 8 hingga 12 hari untuk mencapai puncak gunung ini, yang dikarenakan lokasinya yang cukup remote dan susahnya akses transportasi. Hal ini menyebabkan gunung ini jarang sekali didaki. Namun keindahan pemandangan dari puncak gunung ini tidak kalah dengan gunung lainnya. Kondisi hutan yang masih asli, fauna asli pulau Sulawesi banyak terdapat di gunung ini seperti Anoa dan burung Rangkong. Di gunung ini juga banyak dijumpai sungai-sungai yang berair jernih.

Akses Transportasi

Gunung ini bisa dicapai dari Mamasa, untuk mencapainya sbb:
Makasar (terminal luar kota) - Mamasa……Menumpang bus 3/4 +/- Rp.50.000/orang
Mamasa - Rante Pongko (desa terakhir) ….Menumpang Ojeg +/- 15.000/orang

Alternatif lainnya untuk menuju Mamasa:
Makasar - Panikang
Panaikang - Polewali
Polewali - Mamasa

Rute Pendakian

Ada 10 pos atau lokasi camp yang bisa digunakan selama pendakian di gunung ini. Lokasi-lokasi tersebut hanya berupa tanah datar. Perjalanan pendakian dari Pos I hingga Pos V melewati hutan yang masih asli serta keadaan jalan setapak yang naik turun punggungan bukit. Tidak jarang pendaki akan menemukan berbagai macam satwa hutan. Dari Pos I hingga Pos V paling tidak butuh 4 - 5 hari perjalanan (tergantung kecepatan ritme pendakian anda).

Dan di pos VI barulah kita bisa memandang puncak Gunung Ganda Dewata, akan tetapi dari Pos VI hingga puncak buth 2 hari perjalanan lagi. Pada Pos VII terdapat sumber air berupa sungai yang cukup besar dan berair jernih.

Perjalanan kembali menanjak cukup curam dan licin untuk mencapai Pos VIII dan hingga Pos IX. Pos XI cocok untuk bermalam sebelum summit attack ke esokan harinya.

Dari Pos IX menuju puncak jalur pendakiannya melewati jalur yang banyak ditumbuhi oleh lumut hingga semata kaki, banyak pohon tumbang karena daerah ini cukup terbuka dan berangin kencang. Ada beberapa dinding tebing yang longsor. Butuh waktu tempuh sekitar 4 jam dari Pos IX hingga puncak. Dipuncak Gunung ini terdapat tiang trianggulasi. Dari puncak gunung ini bisa dinikmati pemadangan indah jejeran pegunungan Sulawesi seperti pegunungan Latimojong dan gunung Kambuno. GUnung Ganda Dewata ini memang butuh persiapan yang cukup matang untuk mendakinya, namun suguhan pemandangan alam yang anda dapat setimpal dengan usaha yang telah dilakukan.

Perijinan

Untuk perijinan tidak begitu spesifik, para pendaki hendaknya saat sampai di Mamasa mampir untuk memintah ijin kepada orang atau tokoh adat yang dituakan disana yaitu Pak Daun. Ada baiknya juga membawa surat jalan dari organisasi/club atau RT/RW dan surat jalan dari kepolisian sebagai backup jika diperlukan nantinya.

Pegunungan Latimojong Kab. Enrekang Sul-Sel

Pegunungan Latimojong Kab. Enrekang Sul-Sel

Buntu Rante Mario dan Buntu Nene Mori


Pegunungan Latimojong yang berada di kabupaten Enrekang propinsi Sulawesi Selatan ini bertipe non-vulcanology dan mempunyai banyak sekali puncak-puncak dan tiga diantaranya adalah merupakan puncak tertinggi di Sulawesi yaitu Buntu (puncak) Rante Mario 3.478 m d.p.l, Buntu Nenemori 3.397 m d.p.l, Buntu Rante Kambola 3.083 m d.p.l. Puncak tertinggi Rante Mario berada pada koordinat 120°01′30″ BT - 03°23′01″ LS.

Pegunungan ini membujur dari Barat ke timur, dan melintang dari Utara ke Selatan. Konon kabarnya pegunungan ini merupakan tempat asal usul dari nenek moyang orang Enrekang, Toraja, Luwu dan Bone. Sedangkan saat ini yang mendominasi daerah Baraka hingga dusun terakhir Karangan adalah orang suku Duri yang berbicara dengan bahasa Duri. Berikut adalah urutan puncak-puncak pegunungan latimojong yang membujur dari Barat ke Timur yaitu:

Buntu Pantealoan 2.500 m d.p.l
Buntu Pokapinjang 2.970 m d.p.l
Buntu Rante Mario 3.430 m d.p.

Puncak yang melintang dari Utara ke Selatan adalah:

Buntu Sinaji 2.430 m d.p.l
Buntu Sikolong 2.754 m d.p.l
Buntu Rante Kambola 3.083 m d.p.l
Buntu Rante Mario 3.430 m
Buntu Nenemori 3.097 m d.p.l
Buntu Bajaja 2.700 m d.p.l
Buntu Latimojong 2.800 m d.p.l

Sumber mata pencaharian penduduk di daerah perdusunan Pegunungan Latimojong adalah bertani kopi. Curah hujan rata-rata adalah 94,6 mm/tahun. Musim pendakian yang paling baik adalah dari Bulan July hingga Agustus. Anoa masih banyak terdapat di pegunungan ini, meskipun sudah dilindungi karena jumlahnya yang mulai berkurang, akan tetapi pemburuan ilegal masih terus berlangsung, baik oleh penduduk lokal maupun pendatang yang sengaja datang untuk berburu.

Rute Pendakian

Jalur akses yang umum dipakai adalah dari kecamatan Baraka, Baraka ini bisa dicapai dari arah Makassar atau Tana Toraja dengan menumpang bis dan turun di Cakke. Kemudian dilanjutkan dengan menumpang angkutan lokal ke Baraka. Dari Makassar ada kendaraan langsung menuju Baraka, berupa kendaraan Kijang, atau Panther yang bermuatan 10 orang dengan ongkos Rp.30.000,- per orang dan mangkal di terminal Makassar pada jam 07.00 atau 12.00 dan 19.00. Kadang angkutan ini jam keberangkatannya juga bisa mundur tergantung dari ada tidaknya penumpang.

Baraka - Buntu Dea

Dari Baraka ke Buntu Dea bisa ditempuh dengan mobil sejenis mikrolet dan biasanya tidak sampai ke batas akhir dari jalan, dan berhenti 3km sebelum batas akhir jalan. Angkutan ini hanya ada pada hari pasar Baraka yaitu hari Senin dan Kamis. Angkutan lain adalah Ojek dan kita akan diantar langsung pada batas jalan dengan waktu tempuh dari Baraka satu jam lebih cepat yaitu 2 jam. Akan tetapi tentu saja biayanya akan jadi lebih mahal dari pada menumpang angkotan. Pada waktu pendataan ini ongkos ojek adalah Rp.50.000,- sekali jalan.

Buntu Dea - Dusun Latimojong (Rante Lemo)

Dari Buntu Dea menuju dusun Latimojong atau di peta dikenal dengan Rante Lemo, ditempuh dengan berjalan kaki. Jalurnya sudah diperlebar untuk kendaraan beroda empat, akan tetapi masih dalam tahap pengerjaan mungkin 1 atau 2 tahun lagi jalan ini sudah selesai dan kendaraan sudah bisa mencapai Dusun Latimojong. Waktu yang ditempuh dari Buntu Dea ke Dusun Latimojong adalah 2 jam. Dusun Latimojong ini sudah dialiri aliran listrik.

Dusun Latimojong - Dusun Karuaja

Kira-kira 1 jam 15 menit kemudian jalan setapak akan melewati dusun Karuaja. Sebuah dusun kecil dan listrik juga sudah mengalir ke dusun ini. Dusun ini terletak persis dilembah sebuah bukit.

Dusun Karuaja - Dusun Karangan

Perjalanan masih terus berlanjut menuju dusun terakhir yaitu Karangan yang berjarak tempuh 2 jam jalan kaki dari dusun Karuaja. Ditengah perjalanan antara Karuaja dan Karangan akan ada lagi sebuah dusun kecil yaitu Buntulamba. Dusun Karangan berada dipinggang bukit dengan ketinggian 1390m d.p.l dan mengalir sungai besar yang jernih yaitu sungai Salu Karangan. Didusun ini pendaki sudah biasa menginap di rumah penduduk atau dirumah kepala desa, dan biasanya bagi yang butuh porter bisa mencarinya disini.

Dusun Karangan - Pos 1

Jalur trekking dari Karangan menuju pos 1 dimulai dengan mengikuti aliran sungai Salu Karangan kemudian menyeberangi sebuah jembatan batang pohon dan menanjak naik dengan kemiringan 50-70 derajat. Kemudian akan bertemu dengan jalan bercabang dua yaitu kekiri mendatar adalah rute ke puncak Rante Mario dan lurus mendaki adalah rute ke puncak Nenemori. Keadaan jalur hingga ke Pos 1 ini banyak sekali jalan bercabangnya, yang merupakan jalur pemburu dan penebang kayu. Pos 1 ini bernama Buntu Kaciling dan berada diketinggian 1800m d.p.l dan merupakan sebuah areal terbuka seukuran 4 meter persegi disini tidak ada sumber mata air.

Pos 1 - Pos 2

Menuju Pos 2 dari pos 1 jalur trek akan bervariasi yaitu mendaki dan menurun serta melipiri tepi jurang. Mendekati pos 2 rute jalannya akan menurun karena pos 2 berada disebuah lembah ditepi sungai yang mengalir besar. Pos 2 ini berupa sebuah areal dibawah tebing batu seukuran 4 meter persegi. Sumber air melimpah disini dan sangat dekat dari areal camp. Pos 2 berada diketinggian 1800m d.p.l dan pos 2 ini disebut juga dengan nama Goa Sarung Pakpak. Waktu tempuh dari pos 1 adalah 1 jam 45 menit. Pos 2 biasanya dijadikan tempat bermalam oleh pendaki.

Pos 2 - Pos 3

Menuju Pos 3 yang bernama Lantang Nase rutenya adalah tanjakan terjal 80 derajat dan ini akan ditempuh terus selama 1 jam perjalanan. Tanajakan ini tanpa bonus jalan mendatar dan sangat berbahaya jika lengah dengan keseimbangan bisa terjungkal kebelakang. Pos 3 ini berupa sebuah daerah datar seukuran 5 meter persegi serta tidak ada sumber airnya dan berada pada ketinggian 1940m d.p.l

Pos 3 - Pos 4

Rute menuju Buntu Lebu atau Pos 4 ini dari Pos 3 masih mempunyai kemiringan 60 - 70 derajat dengan sesekali bonus jalan mendatar. Pos 4 berada diketinggian 2140m d.p.l dan merupakan sebuah areal datar ukuran 6 meter persegi. Tertutup pepohonan dan tidak mempunyai sumber air. Waktu tempuh dari pos 3 adalah 45 menit.

Pos 4 - Pos 5

Pos 5 atau dikenal juga dengan sebutan Soloh Tama, merupakan sebuah daerah datar yang luar dan bisa menampung paling tidak 10 tenda. Daerah ini sedikit terbuka dan terletak disisi sebuah punggungan dengan ketinggian 2480m d.p.l dan waktu tempuh dari pos 4 adalah 1 jam 30 menit. Disini terdapat sumber air berupa sebuah sungai yang berjarak kira-kira 100 meter menurun kelembah. Tempat ini juga biasanya dijadikan tempat bermalam oleh pendaki.

Pos 5 - Pos 6

Pos 6 merupakan sebuah daerah datar ukuran 3×6 meter dan mempunyai ketinggian 2690m d.p.l jarak tempuh dari pos 5 sekitar 40 menit. Dari pos ini sudah terlihat jelas jejeran pegunungan Latimojong serta Buntu Dea dari kejauhan. Disini tidak terdapat sumber mata air.

Pos 6 - Pos 7

Jarak tempuh dari pos 6 ke pos 7 adalah 1 jam 30 menit. Sepanjang rute menuju pos 7 jalan setapaknya sudah terbuka dan hamparan jejeran penggunungan Latimojong jelas terlihat. Pos 7 berada pada ketinggian 3100m d.p.l pos ini dikenal juga dengan nama Kolong Buntu. Pemandangan sangat indah dari pos ini. Di pos ini juga terdapat sebuah sumber mata air berupa sungai kecil jernih dan sebuah kolam besar dibawahnya. Jarak dari lokasi camp sekitar 15 meter.

Pos 7 - Pertigaan

Perapatan adalah sebuah medan terbuka yang cukup luas disini kita menemukan jalan kekiri ke puncak Rante Mario, kanan ujung 30° adalah kepuncak Nenemori dan kanan 90° adalah jalan turun ke Palopo. Sebelum mencapai perapatan ini kita akan bertemu dengan jalan bercabang yaitu kekanan ke puncak antene (antene komunikasi ABRI yang tidak terpakai lagi), dan kekiri ke Perapatan. Waktu tempuh dari pos 7 adalah 20 menit, dengan ketinggian 3300m d.p.l dan tidak ada sumber air disini.

Perapatan - Puncak Rante Mario

Dari perapatan menuju puncak rante Mario 3430m d.p.l rutenya mendatar dengan sesekali tanjakan 30 derajat. Melewati jalan terbuka yang luas terdapat dua jalur yaitu kekiri jalur normal dan kekanan jalur potong. Kedua jalur tersebut bertemu kembali sebelum mencapai puncak. Pemandangan ke arah utara dari puncak adalah Puncak Buntu Rantekambola, Sebelah barat Buntu Pantealoan dan jejeran bukit di Buntu Dea, dan sebelah Selatan Buntu Nenemori. Puncak Rante Mario ini sangat luas dan ada tiang ketinggiannya.

Puncak Rante Mario - Pos 4

Pada pendataan ini tim highcamp turun dengan melewati jalur puncak Nenemori. Di jalur ini sebelum sampai di puncak Nenemori melewati tiga pos yaitu; Pos 6, Pos 5, dan Pos 4. Ke tiga pos tersebut tidak mempunyai sumber air. Jalur sadle dari Perapatan menuju Puncak Nenemori ini turun naik melewati beberapa puncak tanpa nama, serta jalurnya sudah hilang dan tertutup semak belukar. Jika anda melewati jalur ini sangat disarankan agar membawa perlengkapan navigasi yang memadai atau membawa penunjuk jalan. Pengalaman tim highcamp sewaktu melintas jalur ini sudah lewat siang hari dan kabut sudah menutupi puncak-puncak pegunungan Latimojong sehingga menyulitkan untuk navigasi. Untunglah porter kami sudah pernah melewati jalur ini dan meskipun harus merintis jalur kami bisa mencapai puncak Nenemori. Hilangnya jalur serta ditambah kondisi jalan yang naik turun puncak bukit menghabiskan waktu setengah hari untuk mencapai Pos 4 yang berada disebuah lembah dan tepat dibawah kaki puncak Nenemori. Pos 6 dikenal dengan sebutan Bubun Derangkang, Pos 5 disebut juga dengan Buntu Komba-komba dan Pos 4 disebut dengan Batu Lea.

Pos-pos lain yang ada dijalur ini:

Pos 6 ketinggian 3260m d.p.l waktu tempuh dari Perapatan 2 jam
Pos 5 ketinggian 3300m d.p.l waktu tempuh dari Pos 6 adalah 3 jam
Pos 4 ketinggian 3200m d.p.l waktu tempuh dari Pos 5 adalah 1 jam

Pos 4 - Puncak Nenemori

Dari Pos 4 ke puncak Nenemori sangat dekat hanya memakan waktu 1 jam. Jalurnya berupa tanjakan 50 derajat, serta jalan setapak yang sudah hilang. Puncak Nenemori mempunyai pemandangan yang lebih bagus dari pada puncak Rante Mario. Karena disini hamparan pegunungan Latimojong jelas terlihat. Dipuncak ini terdapat sebuah tiang ketinggian yang sudah hancur dan hanya tinggal sisa-sisanya.

Puncak Nenemori - Pos 3

Dari puncak Nenemori menuju Pos 3 atau disebut juga Tanah Lapang, jalurnya sudah menurun akan tetapi jalan setapaknya masih harus dirintis. Ditengah jalan bisa ditemukan shelter tempat pemburu Anoa. Pos 3 ini berada diketinggian 3200m d.p.l dan waktu tempuhnya 1 jam dari puncak Nenemori. Disini terdapat sumber air dari aliran sungai kecil yang membelah Tanah Lapang ini.

Pos 3 - Pos 2 - Pos 1

Dari Pos 3 ke Pos 2 mempunyai waktu tempuh 2 jam dan Pos ini bernama Borong Tanga yang berada pada ketinggian 2530m d.p.l . Pos ini Berupa areal yang sedikit miring dengan luas 2 meter persegi dan tanpa adanya sumber air. Keadaan jalan setapak dari Pos 3 ke Pos 2 cukup Jelas akan tetapi sangat curam dengan kemiringan 70 - 80 derajat. Serta jalannya ditutupi lumut dan pohon-pohon tumbang. Menuju Pos 1 yang juga dikenal dengan nama Borong Tanga seperti pos 2 dan berada pada ketinggian 1900m d.p.l , Jalan setapaknya semakin curam yaitu sekitar 80 derajat, ditambah tertutup oleh lumut yang licin serta lembab, dan juga oleh rotan berduri. Pos 1 sendiri merupakan sebuah medan miring yang tidak cocok untuk berkemah. serta tidak ada sumber air. Setelah melewati Pos 1 kita akan bertemu dengan dua ladang kopi penduduk dan setelah itu, jalan setapak akan menyatu kembali dengan jalan dari rute Rante Mario di pertigaan Rante Mario dan Nenemori menuju Dusun Karangan.

Perijinan

Jalur perijinan tidaklah terlalu sulit ataupun berbelit-belit, hanya diperlukan surat pengantar dari organisasi, dan lebih baik lagi jika disertakan dengan photo kopi KTP setiap pendaki. Berikut adalah urutan pengurusan ijinnya:

KAPOLSEK BARAKA

Pendaki harus melapor pertama kali disini dan menyerahkan persyaratan diatas dan membayar uang administrasi alakadarnya. Dan jika ingin menginap di Baraka, kantor Polsek ini juga dengan senang hati menerima para pendaki. Bagi pendaki yang memiliki dana lebih bisa menginap dipenginapan yang tidak jauh dari kantor KAPOLSEK.

KEPALA DESA LATIMOJONG

Setelah itu juga disarankan untuk melapor ke kepala Desa Latimojong yang bernama Pak Badusi. Biasanya pendaki juga bisa memakai rumah Pak Badusi untuk bermalam jika kemalaman saat sampai di Desa Latimojong atau disebut juga dengan Desa Rante Lemo.

KEPALA DUSUN KARANGAN

Jika hanya ingin melapor di Dusun Karangan juga bisa, nama kepala Dusun Karangan adalah Pak Sahir, dan rumah kepala dusun ini juga bisa dijadikan tempat menginap oleh pendaki, beliau juga bisa disewa tenaganya sebagai porter atau pengantar. Selain rumah Pak Sahir juga ada rumah penduduk lainnya yaitu Pak Sinu yang biasa ditumpangi menginap oleh pendaki. Pak Sinu ini juga sangat mengenal dengan baik kawasan pegunungan Latimojong. Dan merupakan Porter yang andal dari Tim Latimojong Highcamp. Jika pada saat akan kembali ke Baraka dari dusun Karangan anda merasa sangat lelah, anda juga bisa menyewa kuda beban milik petani kopi dari desa Karangan ini untuk membawa anda atau Ransel anda menuju Buntu Dea. Sewanya masih bisa dibilang rasional yaitu Rp. 60.000,- per satu kuda.

Tempat Menarik

Tidak terlalu banyak tempat menarik di Kawasan Pegunungan Latimojong. Hanya keadaan medan yang sangat alami dan sampah yang boleh dibilang tidak ada. juga pemandangan yang indah dari puncak Nenemori.

"KUTUNGGU PINISI KEMBALI"


KUTUNGGU PINISI KEMBALI
(Ahmad Wildan)
anggota penuh mpas maestro fbs unm anggk.VIII


BADIK BERKARAT.

Ketika kubacakan syair ini, aku mohon. Aku mohon dengan sangat kepada kalian.
Dengarkanlah ia di tiap pilihan kata,
Simaklah ia di tiap tambahan frasa,
Cobalah kau renungkan tiap klausa yang hendak kurampungkan.

Tak mungkin kau temukan irisan kalimat yang mengalir dalam guratan penuh makna yang begitu mendalam. Lalu, rasakanlah apa yang kurasa pada tiap rajutan kalimat-kalimat yang kutumpuk bersama sumur air mataku yang telah mengering.

Kutegaskan padamu wahai kalian yang diam membatu.
Sekali lagi kutegaskan padamu wahai kalian yang mungkin sedang tersenyum. atau bahkan tertawa terbahak-bahak hingga dua barisan gigi tak sanggup menyujud pada kisahku.

Tetesan darah telah mengalir dari keelokan pamor badik yang tiap waktu, bahkan mungkin tiap detik ditusukkan padaku.
Inilah kisahku wahai para pemuja paras elok ciptaan Penguasa abadi. Kisah yang tak mungkin kuhentikan separoh jalan. Sebab cerita telah kutuliskan. Dan kaki terlanjur melangkah.

Hanya satu harapku padamu yang setia memegang titah moyang bugis.
Kelak, merah darah yang mengalir terus menerus mengalir kealiran zaman berganti dapat mencuci warisan leluhur yang terkurung sepi memfosil purba tak tersentuh waktu.

BADIK KIAN BERKARAT

Jangan kau dengarkan muslihat kata yang dipilih. Sebab renungan panjang tak akan temukan benar kebenaran yang coba dibenarkan.
Ketetapan telah dituliskan lewat pinisi yang tegar berlayar meski terombang ambing dihantam ombak sejarah.
Tak ada iba, tak ada belas kasih.
Meski berkarat, warisan leluhur mesti terjaga.
Terjaga oleh Globalisasi, Emansipasi dan roh-roh Feminisme yang bergentayangan merampas darah perawan, Bugisku Biru.

BUGISKU BIRU

Pinisi telah berlayar mengitar jagad mengukir pamor, tanah tak dikenal
Kutegaskan pada kalian. Ujung badik akan mencuci biru yang memerah melupa
Akan darah yang telah digariskan oleh para Tubarani.
Kelak, jika jiwa mengingkar titah
Badik bicara menembus tiap zaman yang ditentang.


BADIK, BUGIS, BIRU

Tajam badik memecah karam menyanjung adat
Darah bugis, makassar, toraja, mandar. Darah manusia. Aku, kau, kalian dan mereka. Semua manusia. Manusia yang merunut pada silsilah Adam sebagai manusia pertama dimuka bumi.
Biru, Merah, Hitam, Cokelat, Putih. Tak mampu melukiskan keindahan akan kehidupan jika seragam.
Prinsip harus ditegakkan, dan setiap kita punya prinsip
Maafkan jika ku ego. Sebab, setiap kita dilahirkan dengan rasa yang berbeda

Ketajaman Badik menembus tiap zaman.
Dulu, kini, dan esok, masa yang kuramalkan akan kembali ke peradaban semula.

Sekarang, pinisi telah jauh berlayar mengukir sejarah. Jauh, sangat jauh ke negeri seberang.
Aku lupa. Sampaikan pada para Tobarania.
Sipakatau, sipakainge dan sipakallebi akan selalu menunggu Pinisi kembali.




2008-11-21

"Menyoal penyewaan hutan Lindung"


Menyoal Penyewaan Hutan Lindung
Oleh ; Muh. Ibrahim
Anggota penuh mpas maestro fbs unm angkatan IV

Seperti petir disiang bolong kiranya itulah ungkapan yang pantas mewakili dengan diterbitkannya peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2008 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada departemen kehutanan. Peraturan ini resmi dikeluarkan pemerintah RI Pada tanggal 4 Februari 2008.
Tak dirasa, konferensi tentang pemanasan global yang dilangsungkan di Bali akhir 2007 terasa sia-sia saja. Miliaran dana habis terpakai untuk menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mengelolah lingkungan secara bijaksana dan berkeadilan. Jutaan mata tertuju atas konferensi tersebut, semua orang berharap ada kebijakan dan kesepakatan para pemimpin Negara-negara peserta konferensi, agar dunia ini minimal dapat mengurangi emisi efek rumah kaca dan mempertahankan hutan yang masih tersisa.
Namun, keseriusan tersebut sirna seketika, takkala dunia investasi diutamakan kepentingannya di sektor kehutanan. Penetapan tarif atau penyewaan terhadap hutan lindung mungkin oleh sebagian orang dirasa adalah kebijakan yang biasa-biasa saja. Namun jika diperhatikan secara konfrehensif, peraturan ini akan menimbulkan efek yang maha dahsyat, terutama bagaimana cara Indonesia terlepas dari bencana ekologis.
Carut marut regulasi disektor kehutanan
Sejak diterbitkannya Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, banyak perusahaan yang bergerak disektor pengelolaan sumber daya alam seperti perusahaan-perusahaan tambang, perkebunan, migas berharap-harap cemas. Karena secara jelas diuraikan dalam undang-undang tersebut bahwa, hutan lindung tidak dapat dibuka begitu saja. UU ini pun menuai kontroversi yakni antara pihak pengusaha , masyarakat dan para pemerhati lingkungan. Bahkan dalam perjalanannya, pemerintah juga setengah hati untuk menjalankan undang-undang tersebut. Dalam prakteknya pelanggaran terhadap undang-undang tersebut tidak ada yang diusut sampai tuntas. Bentuk ke tidak konsistenan pemerintah terhadap implementasi UU tersebut adalah dibuatlah peraturan-peraturan teknis yang sebenarnya memberikan penjelasan bahwa “hutan lindung dapat dibabat”. Tahun 2004, di era presiden Megawati, pemerintah RI mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (Perpu) No. I Tahun 2004 (UU No.19 Tahun 2004 ; Perubahan UU No. 41 Tahun 1999) yang intinya adalah memperbolehkan 13 perusahaan tambang raksasa untuk melakukan praktek penambangan dihutan lindung.
Secara sederhana, penerbitan Perpu ini dinilai untuk menghindarkan pemerintah RI dari ancaman terhadap gugatan internasional (arbitrase) yang akan dilancarkan oleh beberapa perusahaan di Indonesia. Para pengusaha tambang mengatakan, pemerintah RI tidak konsisten, karena satu sisi mereka mengundang dan membuka iklim investasi akan tetapi di satu sisi, pemerintah RI juga tidak memberikan kepastian hukum terhadap investasi yang telah ada di Indonesia.
Alasan lain yang muncul adalah bagaimana bentuk implementasi undang-undang 41 tahun 1999 terhadap perusahaan-perusahaan yang telah terlebih dahulu menambang dihutan lindung sebelum UU No. 41 tahun 1999 terbit. Begitulah ribetnya regulasi disektor kehutanan kita saat itu.

Namun disadari atau tidak, sikap pemerintah RI terhadap perlindungan hutan lindung adalah ambigu bahkan cenderung menetapkan standar ganda. Lihat saja, disatu sisi, sistem konservasi yang gencar dilakukan oleh departemen kehutanan lewat BKSDA mempromosikan perluasan taman nasional sebagai sistem penyanggah yang tidak dapat diutak-atik keberadaannya. Namun ternyata di banyak tempat, kebijakan untuk men-taman-nasionalkan beberapa kawasan penting tidak begitu serius dan bahkan cenderung mengalah kepada investasi. Penetapan tapal batas kawasan lindung banyak juga yang digeser, kemudian dikonversi menjadi kawasan produksi. Akhirnya dengan begitu, tak ada bedanya dengan melakukan pembiaran pembabatan hutan lindung. Akan tetapi jika Dephut berhadapan dengan masyarakat dalam persoalan kawasan lindung, maka kekuatan Negara tak segan-segan diturunkan untuk mengamankan kawasan yang katanya “harus dijaga” itu.
Ambiguistis dalam tubuh Dephut
Menteri Kehutanan RI, M.S Ka’ban mewakili presiden pernah mengatakan bahwa, keluarnya PP No. 2 Tahun 2008 hanya semata-mata untuk memberikan keuntungan bagi pendapatan Negara lewat 13 perusahaan yang sebelumnya telah mengantongi izin operasi di hutan lindung lewat Perpu No.I tahun 2004. Namun, sikap ini justru meperparah situasi kehutanan kita. Jika PP No. 2 Tahun 2008 disimak secara seksama maka ditemukan fakta bahwa PP tersebut tidak mengatur hal demikian, bahkan PP ini juga melegitimasi pembabatan hutan lindung untuk kepentingan di sektor telekomunikasi, stasiun pemancar radio, relai televisi, listrik, instalasi air dan jalan tol. Kalau dinyatakan untuk ke 13 perusahaan tersebut (menurut Perpu No. I Tahun 2004), maka secara gamblang pemerintah telah berkelit sebab, ke 13 perusahaan tersebut semuanya bergerak disektor penambangan. Selain murahnya penyewaan hutan lindung yang hanya sekitar Rp. 1,2 juta –Rp.3 Juta/Ha, masalah lainnya adalah hutan lindung juga dapat dipindahkan berdasarkan kekuatan modal serta kekuatan politik. Walaupun sudah terasa naif, namun hal ini masih juga banyak dikeluhkan oleh para investor. Menurut mereka, salah satu faktor penghambat laju investasi tambang di Indonesia adalah berbelitnya regulasi yang harus di lalui untuk menambang di hutan lindung seperti aturan tukar menukar kawasan hutan.
Paradigma tentang hutan lindung yang seharusnya harus dilindungi, dengan keluarnya ketentuan-ketentuan yang semakin melemah dan berbalik arah, maka dengan sendirinya pula paradigma tersebut tersebut luntur sudah. Hutan lindung tak se-sakral lagi dengan makna kalimatnya. Penggambarannya sudah jelas, yang harus di lindungi oleh Negara dalam dunia kehutanan adalah mereka yang memiliki modal dan bukan obyek dalam hal ini hutan itu sendiri.
Menilai jasa hutan
Rp. 120/meter hutan lindung adalah harga yang sangat tidak pantas, akan tetapi taksiran itu telah direstui dan sebentar lagi diberlakukan. Ratusan perusahaan telah antri siap dengan koceknya masing-masing menunggu giliran membayarkan sejumlah uang yang tak seberapa besarnya kepada pemerintah. Dengan seperti itu, hutan lindung Indonesia harus direlakan kehancurannya demi pertimbangan pendapatan ekonomi sesat tersebut.
Semestinya sikap melindungi hutan harus dikaji ulang, harapan rakyat agar terlepas dari bencana tidak akan pernah dihitung dalam PP No. 2 tahun 2008. Akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa paradigma percepatan pembangunan perekonomian bangsa masih berlandaskan pada azas jual cepat dan jual murah, dengan cara mengeksploitasi SDA tanpa mengenal batas dan jenis. Paradigma ini adalah paradigma yang seharusnya telah mati pasca reformasi digulirkan 10 tahun yang lalu. Sebab hanya menyisakan kemiskinan dan kesengsaraan yang berkepanjangan.
Perlindungan terhadap fungsi-fungsi hutan hanya menjadi slogan belaka, pelestarian dengan cara mempertahankan hutan tropis di Indonesia hanya menjadi pemanis bibir untuk tamu-tamu kenegaraan tiap perhelatan lingkungan internasional digelar. Jutaan rakyat yang tidak tahu apa-apa kembali akan menjadi korban bencana ekologis. Pada saat bencana datang, mereka mengatakan ini adalah takdir tuhan dan sibuk saling menyalahkan. Bagaimana mungkin menghindarkan bangsa ini dari bencana kalau hutan lindung di sewakan seharga permen ?
Prinsip penerbitan PP No.2 Tahun 2008 melupakan jasa hutan yang tidak semata-mata didasarkan nilai ekonomi semata. Hutan mempunyai jasa yang tidak dapat di uangkan, seperti pengatur iklim, penyerap air, sistem penyangah dan sebagainya.
Apa guna GNRHL
Seperti sebuah cerita dongeng belaka, rakyat di janji-janji dengan sebuah program nasional dalam rangka penyelamatan hutan Indonesia. Ribuan orang di libatkan untuk merumuskan dan terjun langsung dalam program rehabilitasi hutan dan lahan. Tujuannya, dengan program ini akan memuluskan langkah Indonesia untuk tidak lagi menjadi pengancur hutan tercepat seperti tercatat dalam sejarah dunia. Jutaan lahan kritis akan direhabilitasi dan diharapkan tidak lagi akan menjadi momok menakutkan dikemudian hari. Tetapi apa yang terjadi dengan cara menghamburkan uang rakyat, program ini berdasarkan evaluasinya hampir tidak ada yang berhasil, dan kalaupun ada, maka hutan tersebut siap-siap akan disewakan lagi. Rakyat membayar dan menanam, pemerintah yang menyewakan. Inilah kisah tragis program yang tak berkelanjutan, sebuah program yang ambisius tapi penuh dengan trik politik dan menyedihkan.
Indonesia Menanti Bencana
Jutaan orang telah menjadi korban bencana ekologis. Banjir, longsor, kekeringan, gagal panen yang terjadi dalam waktu 5 tahun terakhir semakin menjadi-jadi. Ini adalah akumulasi kegagalan negara dalam mengelola lingkungan hidup.
Hampir tiap hari berita banjir mewarnai media cetak dan elektronik ; korban tewas, luka, hilang sudah menjadi hal biasa dan dianggap lumrah. Akumulasi krisis ekologis ini telah mendorong bangsa Indonesia untuk harus tahu mekanisme“sigap bencana”. Namun pada dasarnya sikap seperti itu hanya akan menjadi kebiasaan yang akan berlarut-larut jika antisipasi dan pencegahan terhadap bencana tidak dimulai dari sekarang.
Apakah nasib ratusan juta rakyat Indonesia dipertimbangkan dalam penyewaan hutan lindung ?. Atau memang nyawa rakyat sudah tak berarti jika dibandingkan jasa yang telah diberikan oleh sektor investasi SDA.
Tangisan korban bencana, dan susahnya mencarikan pos penganggaran untuk bencana alam masih terasa kental ditelinga kita di saat bencana longsor Bahorok dan bencana banjir Sinjai terjadi. Rehabilitasi terhadap para korban di tiap daerah bencana selalu diwarnai keributan. Ribuan pengungsi gempa Yogya menuding Gubernur DIY tidak memberikan bantuan kepada para pengungsi secara penuh. Proses rehabilitasi bencana yang selalu di perebutkan oleh politisi dan pengusaha. Oleh karena itu, jika di paksakan untuk menilai hutan dari sisi ekonomi, maka pertanyaannya adalah, yang mana lebih besar biaya bencana ditambah rehabilitasi hutan atau pendapatan dari investasi SDA?

"MENGGASAK HUTAN INDONESIA"



MENGGASAK HUTAN INDONESIA
Oleh: Muh.Ibrahim
anggota penuh mpas maestro fbs unm angk. IV

Akibatkan oleh semakin berkurangnya hutan Indonesia tiap tahunnnya membuat kondisi kesehatan dan ekonomi manusia ikut terancam. Tiap tahunnya Indonesia kehilangan 1,9 juta Ha pertahunnya dalam Lima tahun terakhir, keseluruhan hutan kita yang hilang telah mencapai 72 persen dari kawasan hutan alam utuhnya, dan 40 persen telah hancur total.
Jika laju kerusakan hutan dari tahun-ketahun tak terhindarkan, maka sudah dapat diprediksi krisis mineral termasuk air akan menjadi hantu yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia yang telah berjumlah 270 juta jiwa. Saat ini 100 juta jiwa masyarakat Indonesia kesulitan dalam mengakses air bersih dan 70 persen diantaranya mengkonsumsi air yang telah terkontaminasi. Akibatnya adalah wabah diare menjadi penyebab kematian terbesar kedua bagi anak yang berusia dibawah Lima tahun yang berjumlah 100.000 jiwa per-tahunnya.
Laju dari kerusakan hutan, misalnya di Jawa Barat membuat pasokan air bersih untuk DKI tidak dapat dipenuhi karena menipisnya persediaan air di Bendungan Jatiluhur. Hal ini diungkapkan oleh direktur utama perum Jasa Tirta pada tanggal 25 Oktober 2005 lewat tanggapannya terhadap surat direktur PDAM DKI Jakarta. Tidak hanya di DKI Jakarta, di Sulawesi Selatan, hilangnya fungsi hutan sebagai daerah endapan air dan penadah air serta rusaknya DAS Jeneberang membuat DAM Bili-bili mengalami sedimentasi akibatnya pasokan air untuk daerah Gowa dan Makassar ikut tersendat apalagi dimusim kemarau. 3 DAS yang lainnya juga mengalami nasib yang sama, yakni DAS Sungai Sa’dan di Tana Toraja dan DAS Bila-Walanae (Sengkang, Soppeng) menyebabkan banjir rutin di Soppeng, Sengkang hingga Maros dan juga menyebabkan pendangkalan hebat di danau Tempe. Hal ini juga terjadi di DAS Sungai Rongkong, Luwu Utara yang menyebabkan banjir tahunan menimpa beberapa kecamatan dan menghancurkan areal pertanian masyarakat.
Berbagai macam usaha untuk menghentikan laju kerusakan hutan Indonesia telah ditempuh, walaupun pada kenyataannya realisasi dari usaha-usaha yang dimaksud tidak dapat berjalan dengan mulus akibat dari permasalahan klasik bangsa ini yakni KKN.
Penanganan illegal logging yang tengah gencar-gencarnya direalitaskan pemerintah nampaknya banyak menemui kendala dilapangan. Padahal kita pernah menyaksikan beberapa pengusaha kayu telah diperhadapkan pada meja hijau. Beberapa contoh penanganan illegal logging diantaranya, Polda Sumatera Selatan sejak bulan Januari hingga November 2006 telah menangani kasus illegal logging sebanyak 78 kasus dan telah menutup 32 tempat pemotongan kayu, namun usaha ini juga tidak banyak menghindarkan Sum-Sel dari laju kerusakan hutan yang kini telah mencapai 1,8 Ha. Secara keseluruhan hutan di pulau Sumatera yang umunya di dataran rendah menyusut drastis dari semula 16 juta Ha menjadi 500.000 Ha. Menyusutnya hutan didaratan rendah Sumatera banyak diakibatkan oleh peralihan fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri yang merupakan daerah konsesi beberapa perusahaan yang telah menebang 24.000 meter kubik kayu. Padahal hutan ini merupakan habitat 235 spesies burung, 36 spesies reptil, 37 jenis mamalia, kasarnya sebagian besar flora dan fauna yang tersimpan didalamnya mengalami kepunahan termasuk Harimau Sumatera yang tinggal 400-500 ekor dan Raflesia Arnoldi. Kendala usaha penghentian laju kerusakan hutan juga dialami oleh pemerintah Kalimantan Timur, 1.200 meter kubik kayu illegal dari cagar alam Muara Kamar Sedulang telah disita polisi akan tetapi eksplotasi ini tetap berlanjut bahkan dalam kuantitas yang lebih banyak diantaranya yang terjadi di Taman hutan raya Suharto, Taman nasional Kutai dan cagar alam Teluk Apar dan Teluk Adang. Dan yang lebih parah lagi terjadi di Papua, 13 dari 35 kasus illegal logging dinyatakan bebas.
Sementara itu, UU penanganan illegal logging yang diharapkan menjadi solusi progressif dan tidak hanya sebatas verbalistis dalam menanggulangi persoalan pembalakan hutan masih terkatung-katung. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Departemen kehutanan tanggal 9 Maret 2006 lalu dalam sebuah seminar, menurutnya rancangan UU illegal logging termasuk pengadilan Ad Hoc masih sebatas wacana di tingkatan antar departemen dan rencananya paling lambat pertengahan tahun ini sudah dapat diajukan ke DPR RI untuk diagendakan.
Jika kita menelaah jauh lagi tentang besarnya kerusakan hutan akibat penebangan liar, kita akan menemui beberapa contoh kokret yang lain. Diantaranya, di Pekanbaru 140 perusahaan telah menelantarkan 850.000 Ha di 10 Kabupaten dari 11 Kabupaten yang ada. Di Kalimantan Selatan 1,5 Juta Ha hutan atau sekitar 44,2 persen dari luas wilayahnya yang berkisar 555.983 berubah menjadi lahan kritis akibat penebangan liar dan ladang berpindah-pindah. Di Kalimantan Tengah deforestasi mencapai 200.000 Ha per tahun. Sementara itu pihak pemerintah hanya mampu melakukan reboisasi sekitar 100.000 Ha per tahunnya, ini berarti tiap tahunnya pula Kalimantan Tengah kehilangan 100.000 Ha hutannya tiap tahun.
Tentunya menelusuri illegal logging yang semakin menjamur tiap tahun, kita harus mencari tahu hipotesa yang menyebabkan mengapa bisnis kayu sangat diminati walaupun mempunyai resiko yang tinggi. Dari beberapa temuan selain faktor harga kayu, rotan, damar yang memang sangat menggiurkan, alasan banyaknya negara peng-impor kayu juga sangat mempengaruhi bisnis kayu dinegara kita. RRC merupakan negara pengimpor kayu illegal terbesar, kayu illegal dinegara ini mencapai 80 persen dari total kebutuhan kayunya. Namun sampai saat ini baik pemerintah RRC maupun negara pengekspor kayu termasuk Indonesia tidak melakukan langkah apapun dalam menyikapi persoalan ini. Dan untuk negara-negara Uni Eropa, impor kayu illegal terbesar adalah kayu lapis. Pada tingkat nasional ditengah gencarnya pemberantasan terhadap illegal logging yang berdampak pada naiknya harga baku kayu yang semula seharga Rp.7.5 juta perkubik untuk jenis kayu jati kini telah mencapai harga Rp.12.5 juta perkubiknya. Kenaikan harga ini ditaktisi para pengusaha meubel dengan cara memanfaatkan akar kayu dan limbah sebagai bahan baku demi tetap menjaga kelangsungan usahanya.
Saat ini ancaman terhadap kelangsungan hutan Indonesia betul-betul tidak dapat di pandang sebelah mata lagi. Menurut hasil perjalanan Green Peace lewat kapal Rainbow Warrior telah menyimpulkan sebuah ulasan yang menarik tentang kehancuran hutan dikawasan benua Asia. “Chains of Destruction” adalah buku perjalanan Green Peace yang terbit pada awal Maret 2006. Buku ini memberikan gambaran bahwa laju deforestasi tercepat dikawasan Asia Pasifik adalah kawasan hutan yang disebut hutan surgawi (Paradise Forest). Sementara itu, hutan yang sampai saat ini belum terjamah oleh manusia membentang dari Asia tenggara melintasi kepulauan Indonesia hingga Papua Nugini dan kepulauan Solomon di Pasifik.
Di Sulawesi Selatan bertambahnya areal perkotaan di tiap Kabupaten termasuk Kotamadya membuat areal hutan yang meliputi pegunungan, dan hutan dataran rendah termasuk hutan adat serta kawasan pesisir pantai semakin menyusut. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan strategi pengelolaan hutan yang berkelanjutan akan menjadikan kawasan hutan termasuk hutan lindung, cagar alam, dan taman nasional terancam. Taman nasional Bantimurung Bulusaraung yang baru berusia beberapa tahun telah terbukti tidak terpelihara dan terjaga dengan baik. Tumpang tindihnya Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Hak Guna Usaha (HGU), Amdal dan tidak jelasnya batas-batas hutan lindung dengan daerah konservasi dan daerah industri hutan membuat keberadaan taman nasional ini mengalami ancaman berat.
Menurut hasil riset UN-Habitat menunjukkan tahun 2050 kelak dua per tiga (sekitar 6 miliar) penghuni akan beralih ke kota. Laporan ini tentunya akan menjadi permasalahan tersendiri, terkhusus lagi kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup. Efek dari laju kuantitas masyarakat kota berimpilikasi ke semakin merendahnya kualitas kesehatan manusia. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa ketika pemasokan pangan untuk masyarakat kota semakin meningkat maka jumlah masyarakat miskin yang hidup dari pertanian semakin meningkat, hingga kini petani miskin mencapai 70 persen termasuk di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur yang berjumlah 56 persen sampai dengan 62 persen. Dampak dari bertambahnya pangan masyarakat perkotaan adalah para petani dipedesaan harus berkerja maksimal untuk menyiapkan pangan tersebut. Banyak cara untuk mengefesienkan atau mempercepat laju pertanian diantaranya penggunaan pestisida. Disadari atau tidak penggunaan pestisida selama 40 tahun terakhir ini telah mewariskan 500 spesies hama yang resisten terhadap lingkungan hidup. Dampak lain adalah luas areal pertanian yang tidak lagi mencukupi kebutuhan sandang pangan masyarakat menjadikan hutan direlokasi fungsi-fungsinya. Padahal banyak metode yang dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pestisida. Diantaranya dengan metode revolusi pertanian hijau tanpa organik yang telah terbukti tidak menimbulkan agens hayati atau dengan konsep agrobisnis tanpa limbah “zero waste” dengan jalan mendaur ulang limbah yang dihasilkan.
Seharusnya dari sekitar 120 juta Ha hutan alam Indonesia, minimal 30 persen harus tetap dijaga kelestariannya demi lingkungan. Namun yang terjadi, hutan Indonesia saat sekarang ini hanya berjumlah 26 persen dan akan terus berkurang dari tahun ke tahun jika persoalan pembalakan hutan tetap dianaktirikan kepentingannya. Kurang lebih 72 juta meter kubik kayu lenyap per tahun akibat penebangan liar dan telah merugikan negara sebesar 180 Miliar Rupiah per hari atau ratusan triliun Rupiah per tahun selama 25 tahun terakhir. Oleh karena itu, semua elemen bangsa ini mulai dari birokrasi eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, masyarakat, ORNOP, Ormas dari level pusat sampai pada tingkatan daerah harus segera merumuskan dan mengambil langkah-langkah strategis untuk penyelamatan hutan kita. Dari usaha ini diharapkan adanya kesepahaman bersama untuk melihat permasalahan kerusakan hutan secara integral tidak terpisah oleh kepentingan tertentu termasuk kepentingan pemodal. Usaha ini diarahkan pada penghentian pembalakan hutan Indonesia untuk kepentingan investasi yang hanya berujung pada divestasi ekologi, kehancuran lingkungan hidup dan kemorosatan kesehatan serta ekonomi manusia melalui kebijakan moratorium atau usaha-usaha lain yang sifatnya lebih strategis.